Menurut
Veithzal Rivai (2004), kepuasan kerja pada dasarnya bersifat individual. Setiap
individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
nilai yang berlaku dalam dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan
dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya
terhadap kegiatan tersebut. Dengan kata lain, kepuasan merupakan evaluasi yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas
atau tidak puas dalam bekerja. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Kotler (2002) dimana kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kerjanya
terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya.
Menurut
Mohammad As’ad, kepuasan kerja adalah suatu penilaian mengenai seberapa jauh
pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya sekaligus merupakan
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya. Robbins (dikutip Rivai) menambahkan
bahwa kepuasan kerja karyawan juga meliputi sikap umum karyawan yang menilai
perbedaan antara jumlah imbalan yang diterima dengan yang diyakininya
seharusnya diterima.
Menurut
Fraser, kepuasan kerja muncul apabila karyawan merasa telah mendapatkan imbalan
yang cukup memadai. Kepuasan kerja tergantung pada hasil instrinsik,
ekstrinsik, dan persepsi karyawan terhadap pekerjaannya, sehingga kepuasan
kerja adalah tingkat dimana seorang karyawan merasa positif atau negatif
tentang berbagai segi dari pekerjaan, tempat kerja dan hubungan dengan teman
kerja (Gibson 1985;464-465).
Berdasarkan penjabaran yang ada di atas maka
yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah penilaian karyawan tentang berbagai
aspek yang berkaitan dengan pekerjaannya. Penilaian ini bersifat subyektif yang
diekspresikan dalam perasaan senang atau tidak senang, puas atau tidak puas.
Apabila karyawan merasa bahwa pekerjaannya sesuai dengan apa yang diharapkannya
dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maka karyawan akan merasa puas dan
sebaliknya
No comments:
Post a Comment